Bandung 30/3 – Film hanjeli berhasil mendapatkan penghargaan Nominasi Film dokuemnter terbaik ke 2 dalam Festival Dokumenter Budi Luhur dengan indikator penuh mewakili para sineas muda dari Program Studi Film dan Televisi FPSD UPI. Kerja keras tersebut sesuai dengan indikator penilaian tentang gagasan film hanjeli sesuai dengan tema yang di keluarkan oleh Festival Dokumenter Budi Luhur, Gagasan dan data proposal yang cukup matang membuat para juri tertarik dengan film Hanjeli, Perkembangan dari tiap tahap seleksi yang menyesuaikan dengan masukan para juri, Komposisi film yang lebih beragam, Gaya tutur visual dan audio yang cukup baik dalam menyajikan isi cerita.
“isu diversifikasi pangan lokal yang harus terus eksistensi, salah satunya hanjeli yang dimana sebelum swasembada beras taun 1984 sempat jadi makanan pokok diberbagai wilayah indonesia, dikarena indonesia semua harus makan beras makanya kedudukannua jdi hampir punah, nah tahun 2013 munculah satu budayawan yang mau merjuangin hanjeli ini supaya ga punah, karena ternyata swasembada beras juga banyak negatifnya dan kita masih terlalu banyak impor dari luar negeri, makanya pemerintah meminta adanya diversifikasi pangan, dan akhirnya hanjeli berhasil keluar dari jurang kepunahan dan diakui sama kemenparekraf dan unesco sebagai pangan lokal yang berpotensi” – Ucap Diaz Alfian Permana Putra sebagai produser film tersebut.
Hanjeli, salah satu tanaman pangan lokal yang dalam rentang 10 tahun kebelakang dikatakan sebagai tanaman yang hampir punah, namun munculah satu sosok bernama Bah Asep yang mampu mengeluarkan status Hanjeli dari jurang kepunahan, upayanya dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat yang akhirnya mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Desa Waluran. Upaya yang dilakukan sosok Bah Asep banyak melalui penolakan dari masyarakat, namun itu tidak menjadi alasan untuk berhenti membudidayakan hanjeli, hingga hasilnya hanjeli kini mulai dikenal dimata masyarakat dan diakui oleh kemenparekraf sebagai upaya yang harus terus dilestarikan.
Film ini bergenre Budaya dan Kearifan Lokal dengan durasi 20 Menit, Film bercerita tentang tanaman Hanjeli yang dapat dikatakan selamat/keluar dari jurang kepunahan oleh tangan salah satu tokoh budayawan bernama, Bah Asep, melalui berbagai macam tantangan yang ada. Jika ditinjau justru Hanjeli ini dulunya merupakan makanan pokok dibeberaoa bagian wilayah indonesia sebelum adanya beras. Namun swasembada beras pada tahun 1984 menjadi salah satu faktor yang menggeser kedudukan Hanjeli hingga mulai ditinggalkan masyarakat sekitar, padahal jika disandingkan, Tanaman Hanjeli yang dulu dijadikan untuk mainan dan dianggap tanaman liar ternyata memiliki berbagai macam keunggulan dan potensi luar biasa didalamnya. Maka dari itu, pemerintah menggalakan untuk adanya diversifikasi pangan dengan pangan – pangan lokal, dan Hanjeli sangat tepat untuk bisa kita angkat kembali eksistensinya, karena terdapat penelitian yang menyatakan bahwa “Hanjeli is a potential to replace rice”. (SSN – Salsa Solli Nafsika)